Rabu, 23 September 2009

Kebaikan Yang Membunuh

Tuhan senantiasa menyuruh ummat-Nya untuk berbuat baik. Namun dalam kenyataannya, kebaikan telah dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga kita makin sulit membedakan mana kebaikan yang tulus dan palsu.Mereka yang mendarmakan hidupnya demi ketulusan kini justru jadi pecundang dan musuh bersama. Sedangkan mereka yang mengemas kepalsuan menjadi kebaikan menjadi pahlawan yang dipuja-puja. Ketulusan yang sedarah dengan keikhlasan kini makin dibenci manusia.

Setiap kebaikan apapun bentuknya kini selalu dibumbui dengan kepentingan dan motif riya dan pamer. Kita memberi karena ingin imbalan dari manusia, demi gengsi, atau jabatan prestise. Kalau yang kita beri kebaikan tak memberikan imbalan, kita pun marah-marah. Sekarang lebih lucu lagi, para penerima kebaikan sekarang sering marah-marah hanya karena sang pemberi kebaikan terlalu tulus dan ikhlas. Mengapa marah ? Karena mereka yang ikhlas tidak mau kebaikannya rusak oleh riya, kesombongan dan pujian manusia. Makanya orang yang ingin menyembunyikan amalnya kini bisa dicurigai.

Seorang guru sufi menjelaskan, kebaikan yang tidak ikhlas, palsu dan penuh trik kejahatan sesungguhnya itulah kebaikan yang membunuh. Mereka seperti memberikan madu, tapi sejatinya racun yang diberikan. Berapa banyak orang yang masuk penjara dan mati hina dina hanya gara-gara menerima suap, uang korupsi dan uang haram lainnya atas nama amal? Memberikan kebaikan dari sumber yang haram sesungguhnya membunuh si penerima dengan cara yang keji.

Tapi dunia memang sudah gila, banyak orang yang berbahagia menerima kebaikan yang bersumber dari sesuatu yang haram. Mereka sudah tidak mau mengaudit lagi dari mana asal usul kebaikan. Sehingga jangan salahkan jika kemudian Tuhan murka dengan caranya sendiri. Jangan pula marah jika Tuhan mencabut berkah-Nya. Akhirnya, semua kembali kepada kita, mau tetap bersih dan ikhlas dalam memberikan kebaikan, atau menjual kebaikan palsu untuk kepentingan kita.***

Indahnya Cobaan

Bisakah yang namanya cobaan dan kesulitan menjadi indah di mata manusia? Kalau melihat kodrat manusia yang tidak mau sulit dan bersusah payah, maka semua hal yang bikin tidak enak pasti dihindari oleh manusia.Jutaan rupiah telah dihabiskan oleh manusia untuk menghindari cobaan dan kesulitan. Sebagian berhasil dan kebanyakan manusia gagal bersahabat dengan cobaan dan kesulitan. Bagi yang berhasil mengatasi cobaan dan kesulitan, ia dikatakan sukses hidupnya. Sebaliknya yang gagal menjalani akan terjerumus dalam kelam, sunyi dan suram. Semua ini akan senantiasa menyertai jalan hidup manusia sampai ajal menjemput. Jadi dimanakah indahnya cobaan?

Seorang guru sufi menjelaskan,cobaan dan kesulitan hakekatnya adalah pil pahit yang menyehatkan bagi manusia. Ia bisa menjadi penyembuh bagi mereka yang masih memaknai hidup adalah semangat dan optimis. Sebaliknya bagi yang sudah menurun semangat hidupnya, diberi pil pahit justru makin parah penyakitnya. Ia akan lunglai dan terjebak dalam kemurungan yang akhirnya hancur hidupnya. Ia menjemput akhir hayat dengan muka kecut dan pedih.Berapa banyak manusia yang tenggelam dalam kehinaan hanya gara-gara gagal bersahabat dengan cobaan dan kesulitan?

Kini makin jelaslah bahwa cobaan dan kesulitan selama menjalani kehidupan akan terasa indah manakala dimaknai sebagai obat. Tak ada yang perlu disesali dan diratapi semua yang telah terjadi. Optimisme adalah bagaimana kita mampu mengubur kepahitan dalam samudra kelapangan untuk menjemput masa depan yang cerah. Terlalu sayang jika hidup yang singkat ini hanya diisi dengan kemurungan, keputusasaan dan semua aktifitas yang membawa kehancuran.

Orang beriman akan terus berjihad mengubah kepahitan menjadi manis. Orang berimana menerima cobaan sebagai lahan amal, karena dengan cobaan tersebut kita bisa bersyukur, bersabar dan banyak meminta ampun. Cobaan dan kesulitan adalah tanda sayang dari Allah kepada hamba-Nya. Kalau begitu semestinya cobaan dan kesulitan makin indah...***