Sabtu, 14 November 2009

Tanda-tanda Hati Busuk

Tanda-tanda hati sakit ialah ketika seorang hamba sudah tidak bisa menerima cahaya dari Allah. Hati adalah panglima semua aktifitas manusia, makanya Nabi Muhammad bersabda, "dalam jasad manusia ada segumpal darah. Bila segumpal darah itu baik, maka baik pula prilakunya, sebaliknya bila hatinya busuk, prilakunya juga busuk". Kalau dianalogikan dengan zaman sekarang, hati yang sakit adalah hati yang dipenuhi oleh virus jahat. Bayangkan bagaimana nasib dunia ini kalau umat manusia yang dipenuhi virus jahat melakukan aksinya. Maka kehancuran sudah terbayang didepan mata, semua tatanan sosial rusak, kemajuan teknologi menjadi petaka dan hubungan antar manusia dipenuhi dengan peperangan.

Hati yang busuk akan menebarkan aroma yang tidak sedap bagaikan virus trojan di komputer yang merusak sistem. Bayangkan jika hati yang busuk itu menimpa pejabat, pemegang kekuasaan, dan pemegang kebijakan yang mengendalikan kehidupan orang banyak.Pastilah segala macam musibah yang menyengsarakan banyak orang akan terjadi. Tidak usah jauh-jauhlah, di sekitar kita banyak kejadian yang semuanya kalau ditelaah lahir dari hati yang busuk dan sakit. Contoh yang paling mutakhir adalah korupsi dan anak turunannya yang sekarang menjangkiti semua elemen masyarakat. Pelakunya bukan orang biasa dan bodoh, pelakunya rata-rata orang yang secara intelektual pintar tapi hatinya mati dan berpenyakitan, sehingga prilakunya menyakiti orang sekitarnya.

Orang jenis ini selalu memanfaatkan peluang yang sempit, misalnya memanfaatkan koneksi, jabatan dan wibawanya. Sebelum jadi apa-apa hatinya sudah sakit, apatah lagi setelah segala ditangannya? Virus hati yang busuk kini telah menjadi kejahatan sistemik yang akut sampai-sampai tidak terasa bahwa itu kejahatan. Malah sekarang orang makin pintar melakukan metamorfosa: yang berhati sakit menyulap dirinya menjadi manusia soleh dan bersih. Caranya dengan menempelkan simbol-simbol kesolehan antara lain: rajin haji dan umroh, rajin pengajian, rajin bersedekah, dan sangat dermawan.

Sementara di sudut sana, mereka yang ahli ibadah dan ikhlas beramal soleh harus menanggung derita fitnah. Berjenggot dituduh teroris, rajin mengaji difitnah aliran sesat, dan cap ekstrem bagi yang rajin dakwah. Semuanya berlangsung bagaikan peperangan, padahal sejatinya mereka yang berhati sakit sedang berlindung agar topengnya tidak terbongkar. Sehingga orang yang jujur, ikhlas dan baik dijadikan kambing hitam. Tujuannya sederhana: jangan sampai kedok kesolehan palsu orang yang berpenyakit hati terkuak. Padahal sejatinya, kata Allah, doa-doa orang soleh itulah yang memperlambat pembalasan dan kemurkaan Allah. Orang jahat dan berhati busuk kalau hari ini selamat dari murka Allah, sesungguhnya ia terlindungi oleh doa orang soleh.**

Hati Yang Sakit

Kalau fisik yang sakit banyak dokter yang siap memberikan obat. Tapi bagaimana dengan hati yang sakit? Siapakah yang bisa memberikan obat? Adakah dokter yang ahli? Pertanyaan ini sangat sulit dijawab meskipun banyak psikiater, psikoterapis dan ahli kejiwaan. Tapi urusan hati ternyata tetaplah otonomi diri kita sendiri. Obatnya tetap kita dan kita bukan orang lain. Kalaupun ada peran orang lain, ia hanya sebatas memandu perjalanan kita mencapai hidayah dan cahaya.

Hati yang sakit, kata ulama sufi merupakan hati yang dijangkiti berbagai penyakit dengki, takabur, zalim, amarah, dan semua jenis kejahatan yang bersumber dari bisikan jahat. Orang dengan jenis ini hatinya dipenuhi virus jahat hingga menumpuk yang akhirnya terpancar dalam prilaku fisiknya.Tak peduli siapa kita, mau kiyai, guru, pejabat, politisi, bupati atau orang miskin sekalipun. Penyakit hati bisa menyebar ke semua umat manusia. Maka siapapun kita harus mewaspadai sebab penyakit hati yang tak tersembuhkan akan berubah menjadi petaka. Hubungan sosial dan sistem jadi rusak kalau hati setiap orang dijangkiti virus jahat.

Lalu bagaimana upaya kita menyembuhkan penyakit hati ini? Kata Nabi Muhammad hati yang sakit dan keras harus banyak muhasabah dan mengingat kematian. Kalau dengan kematian masih juga keras dan tak tunduk, maka takbirkanlah karena hakekatnya ia sudah mati sebelum mati. Dia adalah mayat hidup, jasadnya kemana-mana, tapi ruhnya sudah mati dan tak memancarkan kebaikan.Kira-kira manusia semacam ini apanya yang bisa diambil manfaatnya?

Jumat, 13 November 2009

Menjadi Hamba Syetan

Tanda-tanda bahwa kita telah diwisuda menjadi hamba syetan adalah adanya sikap arogan dan sombong dalam pribadi kita. Dalam beberapa pekan ini kita menyaksikan bagaimana sebuah kebenaran harus diputarbalikkan. Pertarungan antara Cicak (KPK) dengan Buaya (Polri)adalah merupakan contoh bagaimana sebuah kebenaran dan keadilan bisa dengan mudah diskenariokan sesuai pesanan. Kita keblinger sehingga menyangka diri sebagai yang maha segalanya, bahkan bisa menentukan nasib dan nyawa seseorang. Takabur dan sombong diperlihatkan lewat arogansi kedinasan dan penuturan.

Bagaimana menyikapi angkara murka yang demikian dahsyat ini ? Sebagai hamba haruslah menyadari sehebat apapun ada batas yang tak bisa dilawan, yakni takdir. Kesombongan dengan berbagai turunannya sama sekali tidak pernah menentramkan dunia, ia justru menjadi sumber petaka dan musibah. Kalau pun mereka selamat atas perbuatannya, sejatinya itu bukan keselamatan. Tapi itu cara Tuhan "menghabiskan" semua usianya didunia, sehingga kelak di akherat tak satupun kelihatan sebuah kebaikan. Sebaliknya orang baik cenderung dikalahkan, ini merupakan isyarat bahwa ketika ia pulang ke negeri akherat sudah bersih karena semua dosanya telah dihapus didunia.

Maka siapapun yang kini sedang menikmati indahnya sebuah kesombongan, ia sedang menuju ke negeri Jahannam. Pasalnya kesombongan merupakan parameter untuk menguji siapa di antara manusia yang menjadi hamba Allah dan hamba Syetan. Yang dominan kesombongannya masuk golongan hamba Syetan, dan tentu saja neraka Jahannam telah menanti dengan murkanya. Maka sebelum semuanya menjadi kenyataan, dan semua belum membujur kaku, ada baiknya kita membersihkan kesombongan tersebut dari diri kita.

Bukankah tidak pantas kita terus menggendong kesombongan ? Sebab semua yang kita miliki berada dalam genggaman Allah, kita tak bisa menghindar sedikitpun. Maka hanya ada satu kata :kembalilah ke jalan Allah selagi pintu tobat amsih terbuka dan Allah masih memberi kita kesempatan memperbaiki diri.***