Selasa, 24 November 2009

Taat dan Sabar

"Ya Allah, aku sadar ketaatanku tidak bisa membeli surga-Mu, pun demikian dengan kemaksiatan sama sekali tidak mengurangi kekuasaan-Mu".

Siapakah yang harus ditaati setelah Allah dan Rosul-Nya? Pertanyaan ini sering bergelayutan dibenak setiap orang. Pertanyaan ini juga dirasakan oleh seorang ibu muda yang sukses dalam karir, sebut saja namanya Fatimah. Mengawali kehidupan dengan kesengsaraan dan penderitaan adalah hal biasa. Saking biasanya ia tak merasakan bahwa sebuah penderitaan bermakna derita, tapi derita adalah sebuah rasa manis kehidupan. Pun dengan masalah asmara, ia mendapatkan limpahan kasih sayang yang berlebih. Semua perjalanan hidupnya boleh dibilang mulus mencapai impian.

Namun perkembangan zaman terus berputar. Ada sisi perubahan yang tidak disadari dalam hidupnya. Si Fatimah yang dulu begitu taat dan tawadhu kepada suaminya, kini telah berubah menjadi seorang istri yang berani, mandiri dan sedikit "melawan" bila ia tergores sedikit perasaannya. Sasarannya adalah orang yang mencintai dia yakni suaminya.Ia makin pintar membela haknya seraya melupakan bahwa dia bisa mencapai tangga sukses dibelakangnya ada suami yang sepenuh hati memberikan segalanya.

Andaikan itu terjadi dalam hidup kita sehari-hari bagaimana sikap kita? Seperti pada mukaddimah diatas, siapakah yang harus ditaati setelah Allah dan Rosul-Nya? Bagi seorang istri, ketaatan kepada suami merupakan fase berikutnya setelah Allah dan Rosul-Nya. Selama suaminya menyuruh kepada jalan Allah dan tidak menyuruh maksiat, maka taat kepada suami adalah harga mati. Nabi Muhammad pernah mendapatkan pengaduan dari sahabat bahwa ada seorang istri yang mendahulukan taat kepada suami daripada orang tuanya. Sampai orang tuanya meninggal, si istri tersebut tidak tahu karena ia sedang menanti suaminya dari medan jihad.Nabi memberikan nilai tinggi kepada istri sahabatnya tersebut, dan pahala bagi orang tuanya.

Mengapa Nabi memberikan nilai tinggi? Sejatinya dalam taat itu ada kekuatan kesabaran, sebab tanpa sabar sangatlah berat untuk taat. Inilah kuncinya kenapa masalah taat menempati strata tinggi. Didalam taat ada pengorbanan yang tak ternilai harganya, sehingga mereka yang mampu menjalaninya akan menjadi orang yang beruntung.

Tapi lihatlah orang sekarang, taat adalah sesuatu yang berat dan menyesakkan dada. Kebebasan adalah keniscayaan itulah yang membuat seorang istri enggan memperlihatkan ketaatan. Kisah si Fatimah adalah fenomena umum sekarang, tapi itu bukanlah teladan yang baik untuk mereka yang menjadikan Islam sebagai tuntunan. Islam memberikan peluang yang sama antara suami dan istri untuk sama-sama memberikan yang terbaik dan membina hubungan harmonis dibawah naungan Islam. **