Minggu, 24 Januari 2010

Salah dan Benar

Salah belum tentu sebuah kejahatan, namun setiap kejahatan pasti ada kesalahan. Demikian juga benar belum tentu baik, karena banyak kebenaran yang berdimensi keburukan. Salah- dalam pandangan umum- selalu dimaknai sebagai kejahatan meski kesalahan itu sangat manusiawi dan subyektif. Tapi kadang sebuah kejahatan tidak selalu dimaknai sebagai kejahatan bila pelakunya diposisikan sebagai pihak yang terzalimi. Orang semuanya benci dengan prilaku jahat, tapi kalau ada pelaku kejahatan dizalimi, disiksa dan dimaki, yang timbul kemudian adalah simpati. Malah kadang korban kejahatan menjadi kasihan dan melindungi sang penjahat.

Alkisah ada seorang yang disakiti dengan cara diguna-guna. Pelakunya seorang lelaki yang tentu saja sangat hebat dan punya jaringan. Korban lansung linglung dan setengah gila. Secara kasat mata yang dialami si korban adalah kejahatan, apalagi mengancam jiwa sang korban. Namun sang pelaku bukannya menjadi musuh bersama, dia justru mendapatkan simpati dari sang korban. Diam-diam si korban mencintainya, ia lupa kejahatan sang lelaki yang telah menggunainya. Usut punya usut cinta si korban itu tumbuh tatkala nama lelaki itu dibenci orang dan disudutkan. Sebaliknya ada kisah yang justru memprihatinkan. Orang baik malah jadi korban hanya gara-gara kebaikan orang tersebut sirna oleh silaunya si penjahat.

Belajar dari kisah diatas, ada baiknya jika kita dalam posisi benar dan baik, tidak ikut berkomentar apapun tentang kejahatan orang sebab bisa-bisa malah kita yang tertuduh. Benar-dalam pandangan umum- berarti tidak dalam posisi salah, namun ini belum tentu baik. Orang baik juga belum tentu benar jika berada dalam posisi dilematis dan kurang mendukung. Ada banyak orang yang merasa benar,tapi prilakunya tidak baik, maka kebenaran dia tidak bermakna apa-apa. Sebaliknya dia aslinya baik dan benar, tapi ia terperangkap dalam keputusan yang salah dan jahat, maka semuanya tidak berarti apa-apa.