Senin, 30 Maret 2009

pemilu untuk siapa sih?

Pemilu, begitu bangsa Indonesia menyebut hajat demokrasi dalam memilih calon pemimpinnya. Namun sebenarnya untuk siapakah pemilu tersebut didedikasikan ? Adakah korelasi langsung antara pemilu dengan perubahan nasib seseorang? Apakah mereka yang menyalurkan hak pilihnya ada garansi akan diperhatikan oleh mereka yang akan duduk menjadi wakil rakyat? Atau apakah ada jaminan para wakil rakyat terpilih akan menepati janjinya? Semua pertanyaan ini bergelayutan di benak semua orang yang punya hak pilih. Namun akhirnya pertanyaan itupun akan sulit dijawab sebab yang mengurusi “pencalegan” adalah partai politik. Semua orang juga tahu dan mafhum bahwa partai politik dalam menentukan siapa yang berhak menjadi caleg sama sekali tidak melakukan seleksi ketat. Bahkan kriteria dalam rekrutmen caleg sendiri tidak jelas, sehingga kita akhirnya memilih kucing dalam karung. Kita sulit sekali menentukan pilihan karena memang tidak punya panduan dan referensi informasi tentang jejak rekam caleg.
Semua orang yang punya hak pilih pasti kini dilanda kebingungan siapa yang harus dicontreng. Pasalnya semua figur caleg dari semua tingkatan selain tidak dikenal secara dekat juga tidak ada media lain yang menjembatani rasa ingin tahu masyarakat. Banyak tim sukses dan makelar politik, tapi semuanya juga tidak memberikan informasi yang akurat. Yang ada hanya proses pembodohan politik sebab makelar politik kemudian mengajari politik uang. Masyarakat tidak diajari bagaimana menyalurkan partisipasi politik dalam pemilu. Maka bisa dimengerti bahwa sebenarnya pemilu ini didesain bukan untuk rakyat, tapi didedikasikan untuk mereka yang haus kekuasaan. Partai politik bukan wadah berkumpulnya masyarakat yang ingin perubahan, melainkan wadah orang-orang yang haus kekuasaan.
Dengan kondisi semacam ini, kita tidak punya pilihan lain kecuali menyeleksi dan memilih yang terbaik di antara yang buruk atau yang sedikit buruknya. Dari sekian ribu caleg pastilah ada yang bersih dan siap mengabdi kepada masyarakat yang memilihnya. Karena itu kita harus mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang siapa dan bagaimana jejak rekam sang caleg lewat berbagai sumber yang bisa dipercaya dan akurat. Jangan karena uang kita jadi tidak kritis dan tutup mata sehingga kita menyesal dibelakang hari. Pengalaman masa lalu yang demikian kelam rasanya sudah cukup untuk dijadikan pelajaran berharga. Cobalah hitung berapa uang negara yang diembat oleh wakil rakyat dan pejabat birokrat yang berkolaborasi dengan pengusaha bermata sipit?
Dua ratus konglomerat yang berjaya membangun kerajaan bisnis di Indonesia didominasi kaum bermata sipit keturunan Tionghoa. Sebenarnya merekalah yang menikmati kebijakan politik selama 32 tahun dan hingga kini masih menancapkan taringnya dalam ranah politik untuk mengamankan aset ekonominya. Merekalah yang menjadi cukong-cukong politik dengan kekayaannnya. Maka boleh jadi di antara seratus caleg yang akan manggung, pasti ada caleg yang mengabdi kepada kepentingan cukong China. Jadi untuk siapakah pemilu ini? Jawabannya: ada yang untuk bandar cukong, bandar sabu, bandar ilegal logging, bandar politik, pemodal kapitalis dan yang internasional adalah untuk Amerika dan Yahudi yang menanamkan modalnya di semua bidang kehidupan. ***

**Created by Ahmad Mukhlis @lRifqi, mahasiswa Pascasarjana Magister Sains Ilmu Lingkungan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah dan Pemimpin Redaksi Koran IMSA Ciamis Jawa Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar