Sabtu, 23 Mei 2009

Menulis Kunci Jadi Wartawan

Pindah sekolah merupakan awal yang menyiksa setidaknya pada hari pertama. Pagi itu suasana demikian cerah dan teduh. Pasalnya MTs Al-Huda Bandungbaru dikepung rerimbunan pohon bambu. Itulah sebabnya upacara bendera setiap hari Senin pun terasa tidak panas. Semua siswa-siswi seolah dimanja oleh alam sekitar sekolah. Makanya aku ikut terbawa arus sekolah. Bubar upacara semua siswa masuk kelas termasuk aku sebagai siswa pindahan. “Anak-anak, hari ini kalian dapat teman baru. Silakan kenalan dan anggap dia teman yang mengasyikkan,” ujar Kepala MTs Al-Huda, Bapak Romli mengawali perkenalan. Satu persatu siswa-siswi kelas 2 berkenalan denganku. Sayangnya, di antara sekian banyak teman sekelas yang paling aku ingat adalah Joko Sungkono, sang juara kelas yang selalu diunggulkan.
Melihat sepak terjang Joko, aku berkesimpulan bahwa Joko merupakan salah satu siswa multi talenta. Ia pintar secara akademik juga giat dalam kegiatan ke-pramuka-an. Namun dibalik itu, ia ternyata tidak trampil dalam tulis menulis, sehingga diam-diam aku mengisi kelemahan dia dengan mengorbitkan diri sebagai penulis. Awal-awal aku menulis diary, kemudian memuat karya dalam majalah dinding dan selebihnya menuangkan tulisan lewat surat menyurat. Setiap ada tulisan aku perlihatkan kepada teman-teman untuk dinilai dan diapresiasi. Mereka menjadi kritikus tulisanku. Ini dimaksudkan agar aku makin percaya diri.
Dari sini rasa percaya diri terus tumbuh dan berkembang. Berbagai peristiwa dan kejadian bisa menjadi inspirasi dan tema karya tulis. Dari seputar isu sekolah, teman-teman, pramuka dan hasil renungan dari hasil bacaan. Makanya semua direkam dialam bawah sadar agar kelak bisa dituangkan ke dalam tulisan. Namun sayang, kala itu ruang publikasi sangat terbatas. Jumlah koran dan majalah pun zaman Orde Baru jumlahnya hitungan jari. Makanya karya tulis diterbitkan secara indie label lewat fotocopi. Disebar antar teman dan selebihnya ditempel di majalah dinding.
Begitulah hari-hariku selama masa studi satu tahun setengah di MTs Al-Huda Bandungbaru. Aku sangat berhutang budi dan jasa kepada teman-teman yang telah menyediakan waktu menjadi kritikus. Atau mereka yang selalu memberikan inspirasi lewat persahabatan dan kekeluargaan. Atau mereka uang mencoba membuka kompetisi dalam prestasi dan keunggulan personal. Dari mereka aku belajar dan mendapatkan pencerahan tentang arti sebuah perbedaan status sosial dan persamaan kemanusiaan. Persahabatan yang demikian hangat tanpa sekat kaya miskin, suku dan karakter turut membentuk kepribadianku dalam menuangkan karya tulis. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar