Sabtu, 09 Mei 2009

Wartawan Juga Manusia

Berapakah gaji standar wartawan yang berstatus pekerja tetap? Menurut penelitian, gaji ideal yang bisa mencukupi kebutuhan minimum wartawan Rp 3,5 juta. Tapi kenyataannya gaji wartawan yang bekerja di media massa besar masih dibawah itu. Ini sebenarnya tidak sebanding dengan resiko pekerjaan yang membahayakan dan menghabiskan waktu. Meski demikian masih banyak wartawan yang menerima gaji apa adanya, sebab masih banyak peluang mencari tambahan pendapatan. Caranya tentu saja dengan menjual nasib agar pihak ketiga membantunya. Ini sudah bukan rahasia lagi, hampir sebagian besar wartawan menjalankan pekerjaan ganda dalam satu waktu. Ini masih bisa dimengerti oleh logika ekonomi dan sosial.

Yang parah dan sulit dicerna akal adalah eksploitasi wartawan. Ada ribuan wartawan yang statusnya bukan karyawan, tapi diberi kartu pers. Ia ditugasi bekerja tapi tidak pernah dibayar apalagi digaji tetap. Mereka dibiarkan mencari penghidupan sendiri sembari setor ke perusahaan penerbitan koran. Sepintas ini tidak manusiawi, sebab ada unsur eksploitasi. Namun kadang masuk akal juga kalau melihat yang direkrut jadi wartawan jenis ini adalah mereka yang standar kompetensi dibawah standar. Kemampuan mereka juga sudah sulit dinaikan karena terbentur dengan segala keterbatasan.

Saya memberikan sebutan kepada pekerja lepas ini sebagai “wartawan wirausaha” yang hidup dengan menjual berita kepada narasumber dan pihak terkait. Dilapangan terbukti daya tahan survival-nya wartawan jenis ini memang luar biasa. Meski tak dipungkiri ada juga cerita miring dan negatif yang dialamatkan kepada mereka, diantaranya rendahnya karya jurnalistik mereka. Tapi banyak juga sisi positif yang bisa dipetik, yakni bahwa wartawan wirausaha bisa mencetak uang untuk kelangsungan hidupnya. Setidaknya mereka jadi kreatif menciptakan peluang baru untuk kiprahnya.

Terlepas dari itu semuanya, ada benang merah yang bisa ditarik yakni adanya kesenjangan ekonomi yang demikian mencolok antar wartawan. Yang bergaji tetap setiap bulan aman, kalau sakit ada asurasni kesehatan, kalau celaka ada asuransi kecelakaan dan kalau mau pensiun ada tunjangan hari tua. Sebaliknya, wartawan wirausaha, kalau sakit, celaka dan menjadi tua semua ditanggung sendiri. Disinilah seorang wartawan dituntut punya pandangan jauh ke depan agar tidak masuk jebakan. Ya, wartawan juga manusia, kadang sakit kadang sehat, kadang tidak punya uang tapi sekali waktu juga banyak uang.

Alhamdulillah, dua suasana yang kontradiktif itu saya sudah mengalami. Saat bekerja di surat kabar lokal di Priangan Timur, pertama menjadi tenaga lepas tanpa honor, kemudian dapat honor dasar dan tulisan kemudian bergaji tetap. Semua saya syukuri sebagai anugrah, namun nikmat itu kemudian saya tinggalkan dan beralih frekwensi ke jalur wirausahawan jurnalistik. Hasilnya ternyata mengejutkan, dijalur lepas banyak kemungkinan yang sulit terduga. Maka hanya kreatifitaslah yang menyelamatkan orang-orang wirausaha. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar