Rabu, 06 Mei 2009

Cara Gila Jadi Wartawan !

Kalau anda masih waras, yakinlah anda tidak akan mau jadi wartawan. Mengapa? Saat ini citra wartawan sedang kusut dan cemar, karena profesi yang mulia ini dikotori oleh nafsu serakah dan tamak para pelakunya. Semua orang yang mengaku wartawan, seolah berlomba dalam keserakahan baik dalam urusan dunia maupun kekuasaan lahan. Namun sayang, mereka yang adu otot dan kekuatan itu tidak memiliki kompetensi memadai. Sehingga bukannya dihargai oleh pihak lain, melainkan justru dilecehkan, direndahkan dengan suap receh dan tidak ada marwah dalam diri wartawan. Anehnya banyak wartawan yang nyaman-nyaman saja dikungkung oleh suasana yang merendahkan martabat ini.
Maka tak ada jalan lain, kalau anda ingin jadi wartawan harus gila dulu biar kebal disakiti dan dizalimi tapi tetap punya harga diri. Bagaimana caranya menjadi gila? Gilanya seorang wartawan adalah memainkan kombinasi jurus ketajaman pena dan keahlian membaca tanda-tanda zaman. Kemampuan membaca situasi dalam setiap zaman menjadi mutlak sebab setiap fase kehidupan selalu menyertakan tantangan yang berbeda. Ketajaman pena tidak akan merubah keadaan manakala tidak tepat dengan momentum zaman yang sedang dilalui.
Kehebatan seorang wartawan muncul sesuai dengan tantangan zamannnya, karena itu musim keemasan setiap orang selalu berbeda. Pada saat masyarakat muak dan kesal dengan prilaku pejabat pemerintahan, maka tulisan yang berani dan konfrontatif dengan kebijakan pemerintah akan diapresiasi publik. Wartawan akan menjadi pahlawan dimata masyarakat dan dianggap musuh oleh orang pemerintahan. Sebaliknya pada saat hubungan masyarakat dengan pemerintah harmonis, wartawan yang menulis kebobrokan pemerintah akan dimusuhi masyarakat dan kroni penguasa.
Pada posisi interaksi semacam inilah wartawan harus pandai menempatkan diri. Kalau wartawan pragmatis dan haus materi, ia akan mengekor, menjilat dan melacurkan harga diri kepada penguasa untuk mendapatkan imbal jasa. Ia berada diketiak penguasa menjadi anjing penjaga yang setia. Pola ini yang sekarang banyak dianut oleh “wartawan instan” karena motivasi bekerjanya memang demi perut sendiri. Maka tidak heran jika Dewan Pers dalam penelitiannya menemukan data bahwa 70 persen wartawan yang sekarang beroperasi tidak layak jadi wartawan beneran karena kualifikasi dan kompetensinya dibawah standar. Bagaimana dengan wartawan karir yang menjaga integritas kerja dan idealismenya? Jenis wartawan ini cenderung dijauhi meski karya jurnalistiknya berkualitas dan mencerahkan. Mereka yang punya idealisme sekarang dimarjinalkan dari pergaulan, sebab dianggap makhluk aneh.(Bersambung coy…?)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar